Mengapa Thailand Dan Vietnam Bisa Mengekspor Beras?

“Orang Bilang, Tanah Kita Tanah Surga” (kata orang Thailand)

Bukan lautan hanya bak susu
Kail dan jala cukup menghidupimu
Tiada angin ribut topan kamu temui
Ikan dan udang menghampiri dirimu

Orang bilang tanah kita tanah surga
Tongkat kayu dan kerikil jadi tanaman
Orang bilang tanah kita tanah surga
Tongkat kayu dan kerikil jadi tanaman

Sepenggal lirik yang dirilis pada tahun 1973 oleh salah satu band yang sukses pada tahun 70an, yaitu Koes Plus, menggambarkan perihal kekaguman band koes plus pada saat itu, terhadap tanah air Indonesia yang kaya akan sumber daya alam yang melimpah ruah. lihat saja lirik “Bukan lautan hanya bak susu” menggambarkan seakan lautan di tanah air ini yakni susu yang menyegarkan, sumber stamina dalam melaksanakan aktivitas. Sumber stamina disini maksudnya, bahwa di lautan yang luas merupakan sumber kegiatan masyarakan Indonesia untuk bertahan hidup. Kalau diolah akan menjadi barang yang bernilai tinggi. Kalau dirawat akan tetap terjada kelestariaannya.

Lirik “tiada angin ribut tiada topan kamu temui, ikan dan udang menghampiri dirimu” seakan menggambarkan bagaimana kaya raya dan bersahabatnya alam kita, sampai-sampai ikan dan udang menghampiri kita. Hanya dengan kail dan jala cukup menghidupi kita. Bagaimana saktinya tanah air ini. Bahkan saking suburnya, hanya sebuah tongkat bisa menjadi tanaman. Ini menggambarkan begitu subur dengan kekuatan alam  dan pangan bangsa Indonesia.

Tapi apalah sumber daya alam bila tidak didukung dengan sumber daya insan yang berkualitas, dan aparatur negara yang mempunyai kecerdasan moral. Lebih dari 40 tahun umur lagu tersebut merubah segalanya. Saat ini pemerintah sulit menghindari impor materi pangan (beras, jagung, kedelai, dll)  pada tahun 2016, untuk menjaga ketersediaan dan meredam kenaikan harga di pasar serta produktivitas pangan yang rendah di dalam negeri. Pemerintah jadinya tetapkan untuk mengimpor beras dariThailand dan Vietnam sebanyak kurang lebih 1,5 juta ton. Bahkan, pemerintah juga mencari negara pemasok lain mirip Pakistan yang dikarenakan keterlambatan dalam pengambilan keputusan importasi beras tersebut, padahal luas negeara mereka jauh lebih kecil daripada bangsa ini.

mengapa Thailand bisa mengekspor beras ?

Departemen Pertanian Thailand, dengan isyarat dari Sang Raja, menciptakan visi yang spektakuler: “Thailand kitchen of the world..!” Visi ini bukan sekedar jargon mirip yang sering kita lihat di spanduk-spanduk yang dipajang oleh para pejabat kita di depan kantor menjelang peringatan hari besar tertentu.

Visi ini diterjemahkan menjadi suatu rencana yang rinci dan benar-benar dijalankan hingga di tingkat petani. Sistem penyuluhan dibenahi, sarana produksi dan permodalan disediakan, infrastruktur dibangun dengan kualitas prima. Bahkan, untuk menjangkau pasar internasional, standar yang digunakan di negara pengimpor diterapkan di petani. Setiap petani yang akan mengekspor produknya harus menjalankan dua standar, yaitu GAP (good agricultural practices) dan GMP (good manufacturing practices). Jika petani telah menjalankan, pemerintahlah yang membayar sertifikasinya.

Isu pertanian Thailand

Di saat pertanian menjadi perhatian dunia, Thailand, sekali lagi, merumuskan informasi pokok yang harus dipecahkan. Tiga hal yang menjadi informasi pokok saat ini adalah: (1) Ekspor padi, (2) Penataan wilayah pertanian, dan (3) Kompetisi antara bertahan dengan padi dan menanam tumbuhan karet dan sawit.

Penataan wilayah, atau lebih lazim disebut zoning dalam ilmu pertanian, dimaksudkan untuk mengefektifkan pelayanan dan menekan beaya prosesing dan distribusi. Jika produk bisa dihasilkan di pusat-pusat produksi, maka pelayanan menjadi lebih efisien. Misalnya di wilayah tersebut bisa didirikan sentra penelitian pertania yang bisa eksklusif merespon keperluan petaninya, daripada kalau sentra penelitian tersebut terpusat. Para petugas penyuluh juga bisa dilatih sesuai dengan produk unggulan di wilayah tersebut, sehingga mereka bisa membantu petani dengan cara yang lebih cermat. Bandingkan dengan penyuluh kita yang tahu sedikit perihal banyak hal. Pusat produksi juga memudahkan untuk prosesing, packaging  dan pengangkutan/distribusi.

Komitmet Tinggi terhadap pertanian

Mengingat bahwa bukan hanya padi yang saat ini mahal, tetapi juga produk pertanian yang bisa digunakan untuk membuat biofuel, mirip ubi kayu dan sawit, serta produk karet alam, maka cita-cita petani Thailand untuk menanam produk ini juga sangat tinggi. Namun untuk menjaga keunggulan Thailand sebagai produsen padi, maka penanaman kelapa sawit dan karet dilakukan secara hati-hati.

Mereka menentukan untuk tidak mengkonversi lahan padi menjadi lahan sawit dan karet. Mereka juga tidak mengkonversi hutan menjadi perkebunan kedua jenis tumbuhan ini. Mereka menggunakan lahan-lahan yang kurang subur untuk ditanami kedua jenis tumbuhan ini, khususnya karet. Kelapa sawit tidak terlalu ditekankan lantaran mereka merasa tidak akan bisa bersaing dengan Malaysia dan Indonesia yang punya Kalimantan.

Sayur dan buah

Bicara perihal sayur dan buah. Thailand yakni negara yang paling serius di lokasi Asia Tenggara dalam menangani buah dan sayur. Thailand yakni negara pengeksporbabycorn terbesar kedua di dunia. Mereka juga pengekspor asparagus. Durian mereka menyerbu supermarket Jepang, China, Taiwan dan juga Indonesia. Bukan saja produk segar, mereka juga mengekspor buah kering dan sayur dalam kaleng. Selain itu mereka juga membanjiri dunia dengan produk juice banyak sekali buah dan sayur. Bagaimana mereka bisa melaksanakan semuanya itu?

Peran negara dalam mendukung petani sangatlah besar. Negara menyediakan santunan penelitian, training dan sarana produksi bahkan Bank Of Agriculture yang menyalurkan modal kerja bagi petani. Negara juga menjamin kualitas produk yang dihasilkan dengan sertifikasi. Belanja negara untuk pembangunan infrastruktur diarahkan untuk mendukung pengembangan pertanian. Jalan dan pasar induk dibangun dan dikelola dengan profesional.

Peran sektor bisnis juga tak boleh dilupakan. Sistem contract farming yang digunakan di Thailand tidak sama dari yang biasa kita kenal di Indonesia. Perusahaan melaksanakan kontrak dengan petani tanpa perlu petani menyerahkan agunan. (Di Indonesia, umumnya tanah petani menjadi agunan, sehingga kalau petani gagal, tanah mereka akan disita). Kegagalan petani akan ditanggung oleh negara. Statuta utama dalam kontrak tersebut yakni perusahaan menjamin harga minimal dari produk yang dimintanya untuk ditaman oleh petani. Jika harga pasar diatas harga kontrak, petani bebas untuk menjualnya ke pihak lain.

Salah satu teladan perusahaan adalah Swift Company. Perusahaan orisinil Thailand ini yakni perusahaan pengekspor buah dan sayur premium ke pasar Eropa. Mereka melaksanakan kontrak dengan petani. Mereka menjamin harga hampir 10 kali lebih tinggi dari harga pasar. Untuk menekan biaya, mereka melaksanakan sorting dan grading semenjak dari lahan petani. Sehingga saat produk hingga di gudang perusahaan, hampir tidak ada lagi yang dibuang. Tinggal mengepak dan mengirimkannya ke Eropa dengan pesawat. Pagi dipanen di lahan petani, pagi berikutnya sudah terjaja di konter supermarket di London dan kota-kota besar lainnya di Eropa. Wow… “bisnis kita tergantung dari petani. Oleh lantaran itu kita harus menciptakan petani beruntung. Tanpa itu mereka tidak akan menanam. Akibatnya kita tidak akan sanggup produk.” Ketika saya tanyakan mengapa tidak menanam sendiri, mereka bilang bahwa bekerja sama dengan petani yakni seni administrasi untuk mengembangkan resiko dan sekaligus mengembangkan keuntungan. Jika terjadi kegagalan lantaran alam, perusahaan ikut bertanggung jawab. “Berbagi yakni kuncinya” demikian salah seorang Manager Swift Company  menjelaskan. Mereka benar-benar berbisnis dengan hati.

Kaprikornus apa yang beda dari Negeri Siam dengan Indonesia? Ternyata kesungguhan, kejujuran dan niat untuk mengembangkan yakni kunci sukses mereka. Sementara hal-hal ini telah luntur di Negeri ini.